EPIDEMIOLOGY BRUCELLOSIS

Brucellosis pada sapi disebabkan oleh infeksi bakteri Brucella abortus. Secara morfologi kuman B. abortus bersifat gram negatip, tidak bergerak, tidak berspora, berbentuk kokobasilus dengan panjang 0,6 μm – 1,5μm. Sel kuman terlihat sendiri-sendiri, berpasangan atau membentuk rantai pendek. Koloni kuman berbentuk bulat, halus, permukaan cembung dan licin berkilau dan tembus cahaya (ALTON, 1984)
Secara biokimia ada 7 biotipe dari kuman brucella, yaitu biotipe 1-6 dan biotipe 9 (ALTON et al., 1988). Di Indonesia tipe kuman B. abortus yang menyerang sapi adalah biotipe 1 (SETIAWAN, 1992). Kuman B. abortus biotipe 1 adalah merupakan isolat lokal yang paling patogen sehingga mampu menimbulkan keguguran dan infeksi yang meluas pada organ dan jaringan tubuh sapi. Hasil biotiping isolat B. abortus yang diisolasi dari sampel susu sapi perah di DKI Jakarta menunjukkan 77,6% termasuk biotipe 1, 13,2% biotipe 2 dan 9,2% biotipe 3 (SUDIBYO, 1995).
Brucellosis pada sapi bersifat kronis dengan fase bakterimia yang subklinis. Sumber penularan brucellosis pada sapi yang utama berasal cairan plesenta dan sisa-sisa abortusan. Predeleksi bakteri tersebut terutama pada uterus sapi betina. Penularan penyakit biasanya terjadi melalui makanan atau saluran pencernaan, selaput lendir mata (PLOMET and Plomet, 1988), kulit yang luka, ambing, inseminasi buatan dengan semen yang tercemar (MANTHEI et al., 1950) dan plasenta (BLOOD dan HANDERSON, 1979). Sapi dewasa dan terutama sapi yang sedang bunting sangat peka terhadap infeksi B. abortus, sedangkan pada dara dan sapi tidak bunting banyak yang resisten terhadap infeksi (EDINGTON and DONHAM, 1939). Penularan melalui inhalasi juga dilaporkan terutama ketika ternak sehat dan ternak yang mengalami abortus ditempatkan dalam satu kandang yang padat dengan sanitasi buruk (ALTON, 1984).
Brucellosis pada manusia dapat mengakibatkan demam undulan, endokarditis, arthritis dan osteomielitis (YOUNG, 1983). Hasil penelitian SUDIBYO (1995), menunjukkan 13,6% serum pekerja kandang sapi perah, 22,6% pekerja kandang babi dan 3,0% pekerja rumah potong babi ditemukan adanya titer antibodi terhadap brucella
Masa inkubasi kuman setelah infeksi pada sapi bervariasi dari 15 hari sampai beberapa bulan tergantung pada jumlah dan tingkat keganasan(virulensi kuman), kondisi hewan (sedang bunting atau pernah mendapat infeksi atau vaksinasi) serta faktor predisposisi lainnya. Brucellosis pada sapi betina dapat mengakibatkan gangguan reproduksi dan keguguran pada kebuntingan 5-7 bulan mencapai 5%-90% (TOELIHERE, 1985), dimana adanya keguguran merupakan gejala patognomonis pada infeksi awal. Setelah mengalami abortus biasanya infeksi akan menjadi kronis dan tidak menunjukkan gejala klinis serta sapi dapat bunting kembali sehingga hewan dapat bertindak sebagai carrier penularan ke ternak sehat lainnya melalui plasenta dari janin yang gugur, kotoran sapi, serta air, pakan dan peralatan kandang yang terinfeksi (MADKOUR, 1989). Pada sapi jantan brucellosis dapat menyebabkan orchitis, epididimitis dan artritis (ALTON, 1988).

Komentar

Postingan Populer