Apakah yang dimaksud dengan ASCITES ?


Di Indonesia, kasus ascites sudah sering didiagnosis di beberapa peternakan ayam pedaging yang masih dalam tingkat pertumbuhan dan juga pada itik pedaging (TRI AKOSO, 1993) . Pada ayam pedaging, kasus ini dapat ditemukan mulai dari ayam umur sehari (DOC) dingga panen dengan tingkat keparahan yang berbeda . Ayam jantan lebih peka terhadap asites dibanding dengan ayam betina, karena kebutuhan oksigen yang tinggi, sehubungan dengan pertumbuhan yang cepat dan massa otot yang besar . Jenis ayam tertentu, terutama ayam yang pertumbuhannya sangat cepat dan menghasilkan daging banyak, lebih sensitive terhadap asites . Selain pada ayam pedaging, asites juga dapat dijumpai pada ayam petelur (layer) dan pembibitan (bredeer). Angka kematian yang diperkirakan pada ayam broiler mencapai 5%  sehingga ascites dapat dikatakan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak.
Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan kuning pucat dan bening) yang terletak dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut terletak dibawah rongga dada dimana mereka berdua dipisahkan oleh diafragma. Cairan ini berasal dari hasil dari beberapa penyakit lain seperti penyakit hati, kanker, gagal ginjal, atau gagal jantung kongestif. Penyebab yang paling umum untuk penyebab ascites berasal dari penyakit sirosis hati, dan ini diketahui penyebab utama dari sekitar 80% kasus. Asites merupakan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan ketidak mampuan tubuh untuk menyediakan oksigen yang cukup akibat kebutuhan oksigen yang meningkat.


1. Penyebab Ascites
Asites disebabkan oleh banyak faktor dan tidak spesifik (OLKOWSKI dan CLASSEN, 1998). Menurut TRIAKOSO (1993) penyebab asites belum diketahui secara pasti, namun penggunaan garam yang berlebihan di dalam pakan diperkirakan dapat menimbulkan penyakit mi. Selanjutnya TABBU (2002) menyatakan bahwa, penyebab kejadian asites pada ayam pedaging dapat dihubungkan dengan tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu, faktor fisiologik, manajemen dan lingkungan. Faktor pendukung utama adalah kebutuhan oksigen yang meningkat guna memenuhi percepatan pertumbuhannya. Beberapa sindrom penting yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah, mendukung terjadinya asites, antara lain : kerusakan hati (akibat toksin hepatik) pada semua tipe unggas, penyakit jantung primer (endokarditis, miokarditis) yang disebabkan oleh virus) dan hipertensi pulmonum.
Banyak faktor, baik secara sendiri-sendiri maupun kombinasi yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonum, tetapi kebanyakan akibat hipoksemia (keadaan oksigen darah yang menurun). Hipoksemia dapat mengakibatkan peningkatan "cardiac output", polisitemia (bertambahnya jumlah eritrosit dalam tubuh), peningkatan Hemoglobin (Hb) dan Packed Cell Volume (PCV). Perubahan pada darah yang menimbulkan kekentalan darah, eritrosit menjadi lebih besar dan lebih kaku, akan menyulitkan darah untuk melewati kapiler paru-paru. Keadaan ini mendukung hipertensi pulmonum (CALNEK et al ., 1997).
Sementara itu, DECUYPERE et al . (2000) mengatakan bahwa, asites disebabkan oleh faktor endogenus struktural, yaitu : paru-paru tidak mampu berkembang, jaringan paru-paru dan pembuluh darah bervariasi dan perubahan rasio kapiler darah dan serabut otot . Faktor endogenus fungsional, yakni : perbedaan kebutuhan oksigen antara ayam jantan dan betina, ayam yang cepat tumbuh, lambat tumbuh dan fungsi tiroid. Secara patologi, penyebab asites dapat dihubungkan dengan berbagai lesi . Pertama, penyumbatan saluran limfe, kedua, pengurangan osmotik cairan plasma, ketiga, peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah . Dan keempat, peningkatan tekanan hidrostatik sistem vaskuler sebagai akibat dari : a) kelainan patologi hati, b) kelainan patologi katup atrioventrikuler bagian kanan, c) hipertensi pulmonum dan d) kelainan patologik lainnya (JULIAN, 1993) . CURRIE (1999), menggolongkan penyebab asites ke dalam tiga kategori, yaitu : 1) hipertensi pulmonum, 2) macam-macam kelainan patologi jantung dan 3) . gangguan seluler yang disebabkan oleh reaksi jenis oksigen .
Secara fisiologis antara jantung dan paru-paru saling ketergantungan, dan kebanyakan perubahan organ dapat menjadi penyebab atau membawa konsekuensi hipertensi pulmonum . Penyebab asites lainnya, diperkirakan dapat terjadi pada periode embrional, meskipun kejadiannya baru akan muncul setelah penetasan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-lima sampai ke-enam periode pertumbuhannya (COLEMAN dan COLEMAN, 1991 ; Buys et al., 1998) . Kekurangan oksigen ketika di dalam suatu mesin penetasan telur (inkubator) dapat mendukung timbulnya asites (TABBU, 2002).

2. Patogenesis Ascites
Secara garis besar pembentukan ascites dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal maupun sistemik. Adapun faktor lokal yang berperanan adalah aliran darah sinusoid dan sistem kapiler pembuluh darah usus. Sedangkan faktor sistemik adalah faktor yang bertanggung jawab pada sistem kardiovaskular dan ginjal dan menyebabkan reaksi natrium dan air. Adapun yang termasuk dalam faktor sistemik adalah perubahan pada ginjal sebagai akibat dari aktivasi sistem neurohoumoral, hemodinamik sistemik, dan faktor lain yang belum diketahui.
Hal penting yang menyokong terbentuknya ascites penderita Gagal Ginjal Terminal dan Hemodialisis Kronik adalah:
  • Kelebihan cairan jangka panjang yang disertai dengan kongesti hepar sehingga akan meningkatkan tekanan hidrostatik hepatika.
  • Perubahan permiabilitas membran peritonium.
  • Kerusakan resorbsi kelenjar limfe peritonium.
  • Hal-hal lain: hipoalbuminemia, hiperparatiroid sekunder, gagal jantung kongestif, perikarditis konstriktif, pankreastitis, sirosis hepatitis dengan hipertensi portal.

Akumulasi cairan ascites terjadi kemungkinan oleh banyak faktor yaitu, peningkatan tekanan kapiler hidrostatik oleh karena kelebihan cairan dan penurunan tekanan onkontik oleh karena hipoalbuminemia bersama dengan gangguan permeabilitas peritoneum oleh karena peritoneal dialisis sebelumnya terutama peritoneal dialisis hipertonik.
Iristasi peritoneum oleh karena inflamasi toksin uremia pada permukaan membran serosa, peritonitis, atau peritoneal dialisis terutama yang hipertonik juga mempunyai peranan dalam pembentukan ascites. Hal ini terjadi karena pada peritoneal dialisis yang hipertonik akan terjadi kelebihan cairan jangaka panjang dan peningkatan membran peritoneum oleh karena ternganggunya transport natrium.
Peranan hipoalbumin pada pembentukan ascites perlu dipertimbangkan, karena dari penelitian didapatkan kadar protein serum penderita hemodialisis yang terjadi ascites rendah, sedang kadar protein di cairan ascites tinggi.

3.  Gejala Klinis Ascites
3.1.    Kulit dan Membran Mukosa
Jaundice adalah tanda klinis yang dapat dideteksi setelah konsentrasi serum bilirubin >2.5 sampai 3.0 g/dl. Jaundice sering dideteksi paling baik pada mukosa dari palatum. Pada kejadian acites pada hewan beberapa kemungkinan ditandai dengan jaundice/icterus.
3.2.    Abdomen
Gejala yang nampak pada abdomen adalah berwarna merah kecoklatan. Selain itu dapat dilihat gejala lain yaitu abdomen tampak membesar dikarenakan abdomen berisi cairan fibrin. Sehingga menyebabkan ketidaknyamanan abdomen dan hewan akan merasa kesakitan saat dipalpasi. Palpasi bertujuan untuk mengidentifikasi distensi pada abdomen.
3.3.    Sesak atau sulit bernafas
Dispnoe karena adanya distensi pada abdomen, menyebabkan paru-paru tertekan oleh cairan yang berada di dalam abdomen sehingga menyebabkan sesak atau sulit bernafas.
3.4.    Hewan kurang licah dan cenderung lamban
Hewan malas bergerak dan nampak gelisah karena terjadi penambahan beban pada bagian abdomen yang membesar mengakibatkan hewan sukar untuk beraktifitas dan cenderung kurang lincah.
3.5.    Anoreksia
Muntah atau vomitting, kelemahan, kelesuan dan depresi dapat menyebabkan hewan kurang nafsu makan dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan sehingga hewan yang mengalami acites kebanyakan dapat menunjukkan gejala anoreksia.
3.6.    Gejala klinis lain yang dapat ditimbulkan :
1)      Kehilangan nafsu makan (anorexia)
2)      Mudah kenyang (early satiety)
3)      Mual (nausea)
4)      Nafas sesak (shortness of breath)
5)      Nyeri perut (abdominal pain)
6)      Nyeri ulu hati, pyrosis (heartburn)
7)      Pembengkakan kaki (leg swelling)
8)      Peningkatan berat badan (weight gain)
9)      Sesak nafas saat berbaring (orthopnea)
10)  Perut membesar (increased abdominal girth)
3.7   Penemuan fisik (Physical findings) :
1)          Demam (fever)
2)          Distensi perut (abdominal distention)
3)          Distensi vena jugularis (jugular venous distention)
4)          Ensefalopati (encelopathy)
5)          Hernia umbilikalis (umbilical hernia)
6)          Kulit kekuningan, ikterus (jaundice)
7)          Pembengkakan penis & skrotum (penile & scrotum edema)
8)          Pembesaran hati/ hepar (hepatomegaly)
9)          Pembesaran limpa/lien (splenomegaly)
10)      Perdarahan sistem pencernaan (gastrointestinal bleeding)
11)      Perut membesar (bulging flanks)
Pada ayam pedaging penderita ascites memperlihatkan gejala depresi, kurang lincah/lemah, malas bergerak, sulit bernafas, dan bagia perutnya mengembung, nampak gelisah, bulu kasar dan sering terjadi kematian mendadak. Terlihat warna kebiruan (sianosis) pada kulit di daerah kepala dan jenggernya mengkerut, sedangkan kulit di daerah abdomen biasanya berwarna merah kecoklatan dan pembuluh darah tepi dapat mengalami kongesti.

4Gambaran Makroskopis Ascites
Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous, berwarna bening sampai kuning pucat) dalam rongga perut atau rongga abdomen (peritoneal), di bawah rongga dada dipisahkan oleh diafragma. Ascites dapat disebabkan oleh jumlah inflamasi, infeksi, metabolic, degenerative, dan suatu proses neoplasik. Karakteristik biokimia dan sitologi dari cairan ascites dapat membantu membedakan penyebab efusi abdominal.
Secara makroskopis acites pada hati ayam penderita asites biasanya membengkak dan pembendungan (kongesti) atau sebaliknya mengeras, bentuknya tidak teratur dan tertutup oleh fibrin bewarna abu-abu dan dapat pula berbentuk noduler atau mengkerut, mengeras. Perubahan yang terjadi pada jantung meliputi hidropericardium dan kadang-kadang perikarditis disertai perlekatan antara pericardium dan jantung. Terlihat adanya dilatasi dan hipertropi dinding ventrikel bagian kanan.  Paru-paru mengalami kongesti yang ekstensif dan edematous (TABBU, 2002). BARKER et al., (1995) melaporkan bahwa, fibrosis pada kapsula hati, umumnya banyak terjadi pada penderita asites dan penderita sindrom asites, karena hipoksia. Selain itu kasus kerusakan hati akibat metoksin, clostridium perfringens dan tumor yang dapat menyebabkan gangguan aliran pembuluh darah balik dan memicu terjadinya asites ini (TROBOS, 2005).pada jantung terjadi penebalan, endokardium berbenjol benjol terutama pada katub atrio-ventrikuler. Hati berwarna belang-belang atau mengekrut dengan permukaan yang tidak rata atau dengan selubung warna kelabu (Tri Akoso, 1993).
Akumulasi sejumlah cairan jernih atau transparan, berwarna kekuningan atau kecoklatan, atau cairan yang bercampur dengan bekuan fibrin terdapat di dalam rongga perutnya (TABBU, 2002). Pada kejadian infeksius, cairan asites biasanya keruh berwarna abu-abu hinga kehujau-hijauan dan berbau busuk. Sebaliknya, pada kasus non infeksius cairan jernih dan tidak berabau yang menyengat. Volume cairan asites pada ayam pedaging (umur 21-56 hari) bervariasi antara 10-400 ml.

Komentar

Postingan Populer